Diduga lakukan predator pricing, diskon harga rokok rugikan IKM

Rabu, 21 Agustus 2019 | 06:09 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Keputusan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan berkaitan diskon harga rokok memberikan ruang bagi para produsen besar menggenjot penjualan.

Namun, ketatnya kompetisi meraih konsumen, justru ditenggarai menjadi legalitas industri rokok besar melakukan predatory pricing.Harga rokok pasar terbentuk tidak lain karena produsen besar menjual dengan harga dibawah yang tertera di cukai.

Ketentuan diskon rokok ini tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Peraturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Dalam aturan tersebut, harga transaksi pasar (HTP) yang merupakan harga jual akhir rokok ke konsumen boleh 85 persen dari harga jual eceran (HJE) atau banderol yang tercantum dalam pita cukai. Artinya, konsumen mendapatkan keringanan harga sampai 15 persen dari tarif yang tertera dalam banderol. Bahkan, produsen dapat menjual di bawah 85 persen dari banderol asalkan dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei Kantor Bea Cukai.

Abdillah Hasan, peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia mengkhawatirkan prilaku produsen rokok besar untuk menjaring konsumen makin meminggirkan Industri Kecil Menengah (IKM) pengolah kretek dan tembakau.Menurutnya beberapa merk baru diluncurkan produsen rokok besar untuk menanamkan branding ,dibarengi dengan gencarnya promosi.

" Kalau Industri Kecil Menengah mana kuat melakukan promosi dan iklan besar besaran terutama sampai disiarkan di media televisi," ujar Abdillah dalam diskusi Ironi Diskon Rokok Di Tengah Visi Jokowi Membangun Manusia Indonesia di Jakarta, Selasa (20/8/2019).

Prilaku predator pricing yang tujuannya dapat mengalahkan pesaingnya (dengan diskon harga),sehingga harga dikuasai. Sementara IKM pengolahan rokok kretek dan tembakau sulit bergerak karena akan sulit baginya untuk mengikuti menurunkan harga."Akhirnya akan sulit berdaya saing," terangnya

Merujuk surveinya diskon rokok sudah terjadi di tingkat agen.Umumnya harga transaksi pasar atau harga jual akhir rokok ke konsumen , lebih murah sekitar Rp 2 ribu-Rp 3 ribu per bungkus dibandingkan harga banderol atau harga yang tercantum dalam pita cukai.

Lucunya lagi, ketentuan diskon harga rokok ini tidak berlaku bagi bagi merk rokok lama. Tanpa pengawasan yang ketat , maka peluang penghindaran pajak menjadi lebih besar.Sementara beban yang ditanggung negara dari penyakit yang ditimbulkan dari konsumsi rokok juga semakin besar.

Muhammad Joni, pengurus Komisi Nasional berharap agar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus dibalik diskon rokok. Dengan begitu praktik bisnis di industri rokok dapat berjalan sehat.

Disisi lain , dia juga  mengkhawatirkan regulasi ini akan makin memacu tingkat konsumsi rokok di kalangan usia muda.Alhasil ancaman kualitas masyarakat akan terdegradasi sehingga tidak dapat memberikan dukungan terhadap perkenomian.

Ksrenanya dia berharap kebijakan diskon tarif rokok yang dirilis Ditjen Bea Cukai ini dihapus.Pasalnya regulasi ini juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang melarang potongan harga produk tembakau. Kbc11

Bagikan artikel ini: