Sesalkan BEM SI tolak temui Jokowi, BEM Unair: Bagaimana maksudnya?

Sabtu, 28 September 2019 | 07:06 WIB ET

SURABAYA - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menyesalkan sikap Aliansi BEM Seluruh Indonesia yang menolak undangan dari Presiden Joko Widodo untuk berdialog. BEM Unair mempertanyakan motif Aliansi BEM Seluruh Indonesia (SI) tersebut karena berdialog dengan Jokowi bisa menjadi opsi untuk mempercepat agar tuntutan mahasiswa segera dikabulkan.

“Kami menyesalkan sikap kawan-kawan BEM SI tersebut. Karena semestinya bertemu dengan Presiden Jokowi bisa membuat kawan-kawan mahasiswa langsung menyampaikan aspirasi secara terperinci, tanpa sekat dan tanpa pihak perantara,” ujar Ketua BEM Unair Agung Tri Putra di Surabaya, Jumat (27/9/2019).

Agung mengatakan, dengan bertemu Presiden Jokowi secara langsung, gerakan mahasiswa bisa memaparkan seluruh aspirasi beserta tuntutannya.

“Gol kawan-kawan mahasiswa se-Indonesia ini sebenarnya kan sudah jelas, mulai soal pembatalan RKUHP, pengesahan RUU PKS, tuntutan dikeluarkannya Perppu KPK, penanganan kebakaran hutan, penyelesaian permasalahan di Papua, dan beberapa hal lainnya yang sudah kita suarakan bersama. Terus kalau tidak mau bertemu Jokowi, bagaimana maksudnya? Baru setelah tidak ada hasil seusai dialog dengan Presiden, kita turun lagi dan rapatkan barisan,” tegas Agung.

“BEM Unair siap berdialog dengan siapapun  termasuk Presiden, karena dialog adalah ciri insan kampus untuk instrumen kita berdialektika dengan segera mengutarakan tuntutan. Syarat dialog cuma dua, yaitu BEM Unair minta presiden terbuka mendengarkan masukan agenda aksi mahasiswa dan bisa segera ditemukan jalan keluar,” imbuh Agung.

Alasan menolak dialog dengan Presiden juga dinilai Agung kurang argumentatif. “Kan Jokowi sudah mencoba mengundang berbagai elemen, termasuk para tokoh yang juga menyuarakan hal-hal yang selaras dengan tuntutan mahasiswa,” ujarnya.

“Kasihan kami di daerah, kawan-kawan di daerah yang sudah berjuang, eh kawan-kawan BEM SI malah bermanuver tidak mau menyampaikan tuntutan langsung ke Jokowi,” lanjut Agung.

Dia menambahkan, gerakan mahasiswa harus tetap fokus pada tuntutan yang telah disuarakan. Jangan sampai kemudian aksi demonstrasi malah berujung manuver yang tak perlu seperti menolak ajakan dialog oleh Jokowi.

“Kawan-kawan saya harap tetap fokus, dengan tuntutan wujudkan PERPU untuk menganulir UU KPK, RKUHP, segera sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, penuntasan masalah Papua dan sebagainya,” ujarnya.

Agung juga berharap aksi mahasiswa dalam “Surabaya Menggugat” pada Kamis (26/9/2019) bisa menjadi contoh atau model demonstrasi untuk daerah lain yang tetap mengedepankan nilai-nilai publik.

“Di Surabaya ada lebih dari 20.000 massa, tapi tak satu pun taman yang rusak, tak ada bakar-bakar, kebersihan terjaga. Maka kawan-kawan mahasiswa harus merapatkan barisan. Jangan sampai ada kekerasan dan penyusup, karena itu justru akan melemahkan fokus kita memperjuangkan tuntutan,” pungkas Agung.

Bagikan artikel ini: