Ini akibatnya jika hulu industri pakan kurang berkembang
JAKARTA, kabarbisnis.com: Indonesia harus bersiap diri menghadapi banjirnya daging unggas dan telur impor menyusul direstuinya kran importasi dari Brasil. Akankah hal ini menjadi pertanda lonceng kematian bagi industri perunggasan nasional
Menteri Pertanian di era Presiden Megawati Soekarnoputri, Prof Bungaran Saragih mengatakan, titik lemah industri unggas nasional terletak pada kurang berkembangnya sektor hulu industri pakan . Saat ini , Indonesia telah berhasil mengembangkan industri substitusi ayam ras, namun sejak dulu belum berhasil mengembangkan jagung dan kedelai.
“Implikasi kebutuhan bahan baku pakan harus bergantung pada impor,” ujar Bungaran dalam seminar Penyediaan Jagung Pakan Sesuai Harga Acuan untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Ayam Nasional di Jakarta, Rabu (12/11/2019).
Hal ini merupakan masalah serius bagi industri unggas nasional.Menurut Bungaran bahan baku utama pakan unggas adalah jagung dan kedelai.Jagung memberi kontribusi sekitar 50% dari komponen bahan baku. Padahal komponen biaya pakan sendiri mengambil porsi 55 % dari biaya pokok produksi.
Permendang No 58 tahun 2018 tentang harga acuan jagung ditingkat konsumen sebesar Rp 4.000 per kilogram (kg). Sementara di tingkat petani di harga Rp 3.150 per kg. Sementara harga jagung impor sampai gudang dihargai lebih murah yakni Rp 2.800 –Rp 3.000 per kg.
Hal ini menyebabkan biaya pokok produksi ayam Indonesia dengan ayam Brasil mengalami selisih hingga Rp 8.000 per kg. “Biaya pokok produksi ayam Indonesia sebesar Rp 18.000 per kg (US$1,3 per kg). Sementara produksi ayam Brasil hanya Rp 10.000 per kg (US$ 0,5-US$ o,6 per kg),” kata Bungaran.
Bungaran melihat Brasil, Amerika Serikat dan China merupakan negara produsen unggas terbesar di dunia. Pada saat bersamaan ketiga negara ini merupakan negara produsen jagung dan kedelai terbesar di dunia.Ke depan, Brasil dan Amerika Serikat akan lebih banyak menggunakan jagung dan kedelai sebagai bahan baku biofuel.
Terbatasnya suplai dari mereka akan menyebabkan industri unggas nasional kesulitan memperoleh bahan baku pakan di pasar dunia. Kedua negara ini akan lebih memilih mengekspor daging ayamnya ke Indonesia dibandingkan mengekspor jagung dan kedelai. ”Ini akan mengancam keberlangsungan industri unggas nasional,” kata Bungaran mengingatkan.
Bungaran yang juga merupakan Guru besar Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) ini berharap industri ini mampu bertahan. Bahkan mampu bersaing setidaknya di pasar domestik. Karenanya secepatnya dilakukan dengan membangun basis kuat industri pakan di dalam negeri.
Pengembangan corn estate dan soy estate yang modern dan terintegrasi dengan industri pakan harus dilakukan industri pakan dan tidak bisa diserahkan pihak lain. Apabila hal ini dapat direalisasika maka akan menurunkan biaya logistik sehingga BPP menjadi lebih kompetitif.
Bungaran juga menyoroti penggunaan bahan baku pakan seperti Palm Kernel Meal (PKM) , yang ketersediaanya relatif besar namun potensinya sebagi bahan baku pakan belum dimanfaatkan industri pakan dalam negeri. Padahal PKM merupakan bahan limbah, namun belum lama ini diekspor sebagai bahan pakan industri pakan.
“Kandungan beta karotene dalam minyak sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber vitamin untuk menghasilkan pakan ternak yang bernutrisi. Dengan memanfaatkan sumber bahan baku pakan domestik diharapkan menjadi basis kuat pengembangan industri pakan nasional,”kata Bungaran.
Bungaran juga mengkritisi kebijakan yang terus berulang ketika menangani persoalaan di industri perunggasan seperti keterbatasan jagung yang solusinya adalah impor. Kemudian kelebihan atau kekurangan produksi DOC,yang direspon berupa pemangkasan DOC dan masalah kemitraan.
”Ini menunjukkan kita belum naik kelas. Sementara Indonesia dihadap pada kuatnya ancaman impor daging ayam yang akan merebut potensi pasar domestik yang besar,” tandasnya
Bungaran menghimbau agar seluruh stakeholders menyusun solusi visi Roadmap Indusri Perunggasan Indonesia menuju 2045 secara komprehensif dan sistematis. Penanganan dari hulu hingga hilir termasuk kebijakan dan tata kelola yang diperlukan. Roadmap dapat menjadi pedoaman bersama membangun daya saing industri bukan hanya di pasar domestik, setidaknya di kawasan Asia Tenggara.kbc11
Bersama Pemkot Surabaya, Lapis Kukus Pahlawan Komitmen Dukung Pengembangan UMKM
57 Persen Generasi Z Pilih Berkarir Jadi Influencer
Bersama Pemkot Surabaya, Lapis Kukus Pahlawan Komitmen Dukung Pengembangan UMKM
Duh! Kecepatan Internet RI Urutan 98 Dunia, Kalah dari Kamboja
Capres Boleh Posting Konten di TikTok, tapi Jangan Cari Sumbangan