Pengemplang pajak bakal dapat keringanan di omnibus law

Kamis, 6 Februari 2020 | 10:13 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah bakal memberikan keringanan bagi masyarakat yang belum memenuhi kewajiban pajak atau 'pengemplang' pajak. Pemberian keringanan tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Perpajakan.

Hal itu ditegaskan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Rabu (5/2/2020). "Di omnibus law kami perkenalkan denda lebih rendah agar (wajib pajak) tidak terlalu takut. Jadi kalau mereka mereka ingin tobat kami akan terus hitung kewajiban di masa lalu dan itu akan dikalikan dengan suku bunga satu kali 24 bulan," katanya.

Untuk diketahui, omnibus law perpajakan mencakup enam kluster. Salah satu kluster adalah tentang cara meningkatkan kepatuhan perpajakan yakni kluster keempat.

Pemerintah akan mengatur ulang sanksi dan bunga pelanggar pajak. Selama ini bunganya ditetapkan sebesar 2 persen sampai dengan 24 bulan sehingga totalnya mencapai 48 persen. "Jadi kami coba menyelesaikan masalah ini dan dendanya lebih masuk akal," katanya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu melanjutkan, lewat omnibus law pemerintah juga membentuk kluster untuk ekonomi digital. Nantinya, perusahaan yang tidak berstatus badan usaha tetap di Indonesia akan tetap dipungut pajaknya.

Dengan demikian, pemerintah dapat menarik pajak perusahaan-perusahaan digital, seperti Netflix, Spotify, dan Amazon

"Kami melihat potensi pajak tanpa membunuh sektor tersebut, ini fair tax yang sudah diterapkan di global untuk potensi pajak digital," katanya.

Sebelumnya, Sri Mulyani telah menyerahkan Surat Presiden (Surpres) atas omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu (29/1) sore. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga telah melampirkan menyerahkan rancangan (draft) RUU Omnibus Law Perpajakan. kbc10

Bagikan artikel ini: