Okupansi anjlok 50%, PHRI minta stimulus pajak hotel merata

Selasa, 17 Maret 2020 | 09:03 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah mengkaji ulang stimulus pariwisata yang diluncurkan awal Maret 2020 lalu guna menanggulangi Covid-19. Terlebih setelah tingkat okupansi hotel di Indonesia mengalami penurunan drastis.

Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan, pemberian stimulus sektor pariwisata yang telah diputuskan terhadap Hotel dan Restoran pada waktu yang lalu sudah tidak tepat pada situasi dan kondisi saat ini.

Pasalnya, pelaku usaha pariwisata khususnya hotel dan restoran tidak akan menerima manfaat langsung terhadap stimulus tersebut. Meurutnya, justru yang menerima manfaat adalah Pemerintah Daerah (Pemda) di 36 Kabupaten/Kota yang berada di 10 destinasi pariwisata yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

“Harusnya di tengah kondisi saat ini, semua hotel dan restoran di 34 provinsi mendapat keringanan pajak dari pemerintah baik pusat ataupun daerah,” kata Hariyadi, Senin (16/3/2020).

Menurut dia, hingga saat ini okupansi hotel per Maret 2020 rata-rata di bawah 50%. Apalagi  sejak dikeluarkannya nota dinas dari beberapa Kementerian dan Lembaga yang memberikan instruksi untuk tidak melakukan rapat atau acara yang mengumpulkan banyak orang.

Dari keseluruhan provinsi hanya Papua, Kalimantan Timur, Maluku Utara dan Sumatera Selatan yang memiliki tingkat okupansi kisaran 40 persen-50 persen.

Padahal, segmen pasar pemerintah bagi sektor hotel sangat dominan di seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, saat ini kondisi cash flow sektor hotel semakin menyusut.

Hal itu membuat kemampuan untuk membayar kewajiban kepada perbankan, pajak (pajak pemerintah pusat, pajak & retribusi daerah), iuran BPJS Ketenagakerjaan, iuran BPJS Kesehatan dan biaya operasional (gaji karyawan, supplier bahan baku, listrik, air, telepon dan lain-lain) menjadi melemah dengan kemungkinan gagal bayar bila pemerintah tidak melakukan kebijakan untuk mengantisipasinya.

Bahkan saat ini, lanjutnya,  manajemen beberapa hotel mulai membicarakan kemungkinan terburuk kepada karyawan untuk mengurangi biaya tenaga kerja yaitu dengan mengatur giliran kerja/merumahkan sebagian karyawan, mengurangi jam kerja, menghentikan pekerja harian serta kemungkinan pembayaran THR yang tidak utuh.

Untuk itu, dalam laporannya, Hariyadi meminta sejumlah hal kepada pemerintah. Mulai dari relaksasi PPh Pasal 21 untuk membantu likuiditas pekerja, relaksasi PPh Pasal 25 untuk memberi ruang likuiditas bagi usaha pariwisata khususnya usaha hotel dan restoran.

Kemudian, penangguhan atau cuti dalam melakukan pembayaran kewajiban perbankan baik bunga maupun pokok pinjaman atas fasilitas kredit yang diterima oleh pelaku usaha pariwisata khususnya Hotel dan Restoran (baik korporasi maupun perorangan).

Selain itu, diharapkan pemerintah juga membebaskan pembayaran iuran BPJS Kesehatan, untuk membantulikuiditas pekerja dan perusahaan, dan pembebasan iuran BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu likuiditas pekerja dan perusahaan. kbc10

Bagikan artikel ini: