Cetak uang untuk penanganan Covid-19 bisa picu inflasi tinggi

Kamis, 7 Mei 2020 | 11:42 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Keputusan Bank Indonesia (BI) menolak rekomendasi Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) agar mencetak uang dalam rangka penanganan Covid-19 dinilai sudah tepat.

Hal itu dikemukakan Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto dalam sebuah diskusi virtual di Jakarta, Rabu (6/5/2020).

"Langkah yang dilakukan Bank Indonesia untuk menolak skema ini saya rasa sudah cukup tepat, jadi kuantitatif itu tidak harus mencetak atau menambah jumlah uang yang beredar langsung, cetak uang ditambah kemudian langsung digunakan untuk stimulus berbagai macam melalui instrument fiskal maupun instrumen lainnya, itu cara-cara yang menurut saya kurang tepat," tegasnya.

Menurutnya, pencetakan uang langsung hanya akan menyebabkan inflasi. Dalam kebijakan moneter di Indonesia upaya ini dulu pernah dilakukan pada masa orde lama dan inflasi meroket sampai 600 persen saat itu.

"Ketika sebuah perekonomian diinjeksi oleh kebijakan moneter, itu dosisnya harus tepat. Ketika dosisnya harus tepat maka mekanismenya juga harus tepat, saat harus langsung seperti itu ada kemungkinan kita akan kesulitan menormalisasi mengabsorsi kembali ketika ekonomi itu sudah mulai tumbuh membaik atau recovery," ujarnya.

Seperti yang dilakukan Amerika Serikat (AS) yang mencetak uang dan situasi ekonominya mulai pulih, walaupun normalisasinya berubah karena perubahan politik dari Obama ke Trump kebijakannya berubah lagi dikarenakan persoalan politik.

"Saya rasa cara yang dilakukan hingga saat ini menurut saya lebih aman, katakanlah membuat mekanisme itu tidak berjalan melalui cetak uang langsung, tapi persoalannya yang terjadi adalah untuk menghadapi covid-19 ini sepertinya kita sangat bertumpu pada bank sentral," ungkapnya.

Selain itu, ketidakpastian mengenai selesainya wabah virus corona juga menjadi alasan mengapa kebijakan cetak uang tidak akan efektif.

“Mungkin fiskalnya dapat uang tapi tidak cukup efektif menenangkan pasarnya, karena itu juga butuh bauran kebijakan yang pruden. Yang lebih tepat ya manajemen likuiditas ini yang melalui mekanisme perbankan dan pasar. Walaupun kita ada ide yang berseliweran, tapi kurang tepat kalau cetak uang," pungkasnya.

Sekadar diketahui, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menegaskan BI tidak akan melakukan pencetakan uang kartal untuk penanganan pandemi Covid-19. Sebab, pencetakan uang bukan merupakan praktik kebijakan yang lazim dan prudent dilakukan oleh bank sentral.

Hal ini menjawab rekomendasi Badan Anggaran (Banggar) DPR agar BI kembali mencetak uang hingga Rp600 triliun sebagai penopang dan opsi pembiayaan yang dibutuhkan oleh pemerintah.

Sebelumnya, BI telah mencetak uang baru pada awal April 2020 untuk mengganti uang yang di karantina, sebagai upaya mencegah penyebaran virus corona lewat uang tunai. Dengan demikian, persediaan uang tunai saat ini sudah cukup dan bisa digunakan sampai 6 bulan ke depan.

"Ini mohon maaf, kebijakan itu tidak lazim dengan kebijakan moneter yang prudent. Agar Masyarakat paham, mohon pandangan itu tidak lagi disampaikan. Pandangan itu tidak akan dilakukan di BI," kata Perry. kbc10

Bagikan artikel ini: