Pelaku UMKM minta aturan pembukaan data nasabah bersaldo Rp200 juta dievaluasi

Kamis, 8 Juni 2017 | 08:38 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Rencana pemerintah untuk mengintip saldo tabungan nasabah sebesar Rp 200 juta ke atas meresahkan sejumlah masyarakat, termasuk para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

"Ini sangat meresahkan masyarakat, bukan hanya UMKM, tapi 2,3 juta pemilik rekening," kata Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (AKUMINDO) Ikhsan Ingratubun, Rabu (7/6/2017).

Dipaparkannya, keresahan umum biasanya dinyatakan dengan kalimat keluhan 'Bisa dikejar-kejar aparat atau petugas pajak'. Kekhawatiran tersebut bukan berarti para pelaku UMKM abai terhadap pajak. Diakui Ikhsan, pengusaha UMKM, terutama golongan menengah sering dihadapkan bahwa pengusaha adalah sapi perah yang pajaknya harus meningkat setiap tahun.

"Padahal tidak mungkin usaha selalu mengalami peningkatan, sekalipun itu pengusaha besar," ujar dia.

Jika keputusan tersebut diundangkan, maka akan kehilangan kepercayaan pelaku UMKM terhadap perbankan. Belum lagi adanya risiko petugas pajak yang akan mencari-cari celah nasabah mendapat pelanggaran pidana. Para pelaku UMKM tidak akan lagi melakukan transaski atau menabung di bank dan memilih menyimpan uangnya di rumah. Itu artinya, perbankan akan kekurangan modal dan menjadi hal tidak baik bagi negara.

Ia mengakui, Perpu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan memiki tujuan baik untuk mensejahterakan rakyat. Namun, Perpu tersebut hendaknya ditinjau ulang atau tidak perlu diundangkan.

Ia menambahkan, diperlukan terobosan yang baik terhadap kekurangan penerimaan negara. Tapi tidak menyebabkan kebijakan tidak harmonis terutama bagi UMKM karena UMKM membutuhkan perlindungan, kepastian, dan keberpihakan dari pemerintah.

Keputusan pengintipan rekening nasabah harus menunggu persetujuan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang mengawasi perbankan tanah air. Seperti diketahui, baik BI maupun OJK berada di bawah peraturan Otoritas Jasa Keuangan Internasional. "Apakah Otoritas Jasa Keuangan Internasioanl mengizinkan? Ini juga akan mengakibatkan sanksi terhadap Indonesia," kata dia. kbc10

Bagikan artikel ini: