YLKI sebut biaya isi ulang e-money bebani masyarakat

Jum'at, 15 September 2017 | 14:58 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai rencana pengenaan biaya pada transaksi isi ulang (top up) uang elektronik akan membebankan masyarakat.

Koordinator Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi mengatakan, pengguna uang elektronik kebanyakan adalah konsumen jasa transportasi seperti KRL atau busway, yang ketika membayar ongkos transportasi menggunakan sistem nontunai atau di-tab menggunakan kartu elektronik.

"Ini harus diperhatikan dan dipertimbangkan agar tidak membebani masyarakat menengah ke bawah," kata Sularsi, Jumat (15/9/2017).

Berbeda dengan penggunaan uang elektronik sebagai alat membayar belanjaan atau membayar jasa tol yang mana biasanya mengisi dalam jumlah yang besar, sehingga ketika dikenakan biaya tak begitu terasa.

Sementara untuk konsumen jasa transportasi yang juga kebanyakan merupakan masyarakat menengah ke bawah, ketika mengisi saldo relatif dengan jumlah yang sedikit. Jika dibebani biaya Rp1.500-Rp2.000 setiap kali isi ulang, maka jika dihitung-hitung, masyarakat bakal kena biaya berkali-kali.

Contoh untuk isi ulang keperluan belanja dan bayar toll dalam jumlah Rp100 ribu hanya dibebani sekali biaya. Sementara untuk transportasi umum biasanya Rp10 ribu-Rp20 ribu, untuk bisa ke Rp100 ribu maka akan terkena empat kali biaya.

"Yang pasti kita harus pikirkan adalah mereka yang menggunakan untuk transportasi, ini harus jadi pertimbangan juga," tutur dia.

Lebih lanjut, Sularsi menyatakan hendaknya otoritas atau pemangku kebijakan memikirkan kembali rencana kebijakan tersebut sebelum dituangkan dalam sebuah aturan. "Harus dipikirkan kembali terkait misalnya transportasi untuk orang-orang menengah ke bawah," jelas dia.

Sebelumnya, Bank Indonesia berencana mengeluarkan aturan terkait izin pengenaan biaya pada isi ulang uang elektronik. kbc10

Bagikan artikel ini: