Dihadang regulasi dan daya beli, ini strategi Bentoel International agar terus mengepul

Jum'at, 18 Mei 2018 | 23:18 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Perusahaan rokok PT Bentoel Internasional Investama Tbk terus mencari cara agar bisnis terus mengepul. Meski dari segi tantangan regulasi dan daya beli masih terus diselimuti asap tebal.

Dari laporan keuangan 2017, tercatat penjualan RMBA sebesar Rp 20,25 miliar, naik 5,4% dari periode tahun 2016 sebesar Rp 19,2 triliun. Sementara rugi bersih tercatat Rp 480,06 miliar atau turun ketimbang periode 2016 sebanyak Rp 2,08 triliun. Saat ini pangsa pasar rokok di Bentoel Group diklaim masih kisaran 7%.

Presiden Direktur PT Bentoel Internasional Investama Tbk Jason Fitzgerald Murphy menjelaskan, pada dasarnya untuk menekan kerugian punya beberapa strategi.

Pertama menaikkan penjualan dan juga menaikkan harga jual produk. "Kemudian kami juga terus investasi marketing untuk dukung penjualan tersebut," kata Jason, Jumat (18/5/2018).

Saat ini perusahaan berkode saham RMBA ini punya beberapa tantangan. Pertama, dari daya beli masyarakat yang masih melemah. Dampaknya, tahun lalu secara volume pasar rokok turun 2%. Hal ini imbas dari ekonomi yang masih melambat serta kenaikan tarif cukai rokok yang dalam lima tahun terakhir tumbuh diatas inflasi. Sehingga harga rokok meningkat dan masyarakat menahan konsumsinya.

"Sehingga kita harapkan ekonomi Indonesia terus membaik. Didukung pula dengan adanya Asian Games dan juga Pemilu sebentar lagi," papar Jason.

Sayangnya target kenaikan penjualan maupun tingkat produksi rokok tidak dibeberkan. Hanya saja bercermin dari laporan keuangan kuartal I-2018, tercatat penjualan RMBA sebesar Rp 4,58 triliun atau naik 9,5% dibanding periode sama tahun lalu sebanyak Rp 4,18 triliun.

Hanya saja beban pokok penjualan ikut membengkak menjadi Rp 4,20 triliun atau naik 17,31% dari periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 3,58 triliun. Alhasil kerugian bersih RMBA di kuartal I-2018 menjadi Rp 252,39 miliar atau naik 266,31% ketimbang periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 68,9 miliar.

"Awal tahun ada beban promosi karena ada produk baru di kuartal I-2018. Sedangkan kuartal I-2017 kami tidak ada produk baru," tambah Jason.

Adapun produk baru di awal tahun ini yakni Lucky Strike Switch dan Dunhill Ultra Mild. Dunhill Ultra Mild tersebut menyasar ke pasar rokok premium. "Produk Dunhill ini meminimalisir bau rokok menempel pada pakaian. Ini jadi strategi marketing baru bagi konsumen yang mau merokok tapi tidak mau meninggalkan kesan bau rokok," tambahnya.

Sementara tantangan dari rokok elektrik menurut Jason belum ada. Menurutnya pangsa pasar rokok elektrik masih di bawah 1% serta belum ada data riil dari pemerintah soal industri rokok elektrik. "Di grup usaha, kami punya kompetensi untuk keluarkan produk e-cigarettes tapi kami belum ada rencana untuk memasarkan untuk saat ini," tambahnya. kbc10

Bagikan artikel ini: