Waduh! Subsidi BBM dan LPG Tahun Ini Terancam Jebol

Selasa, 16 April 2024 | 19:15 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Apabila ketegangan geopolitik di Timur Tengah khususnya antara Iran dengan Israel terjadi berkepanjangan menyebabkan beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG 3 kilogram (kg) tahun 2024 membengkak hingga Rp 356,14 triliun.

Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji memprediksi subsidi dan kompensasi BBM serta LPG 3 kg bakal makin melebar dari asumsi APBN 2024 akibat konflik Iran vs Israel.

Merujuk simulasi yang disusun Kementerian ESDM dan PT Pertamina (Persero), apabila harga Indonesia Crude Price (ICP) parkir di level US$100 per barel dengan kurs Rp 15.900 maka anggaran subsidi dan kompensasi BBM serta LPG 3 Kg bakal melebar ke Rp 356,14 triliun dari pagu yang disiapkan dalam APBN tahun ini.

Perinciannya, subsidi BBM dan kompensasi BBM naik ke level Rp249,86 triliun dari asumsi APBN 2024 di level Rp 160,91 triliun. Sementara, subsidi LPG 3 Kg naik menjadi Rp 106,28 triliun dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp 83,27 triliun.

Tutuka mengatakan, pihaknya belum membuka opsi penyesuaian harga BBM dan harga LPG di tengah kemungkinan reli harga minyak mentah dunia imbas eskalasi Iran vs Israel pekan ini. "Sampai saat ini belum, karena menurut saya sebaiknya kita step by step dalam hal kebijakan, dalam hal persiapan kemungkinan terburuk kita lakukan," kata Tutuka di Jakarta, Selasa (16/4/2024).

Mengacu sensitivitas asumsi dasar ekonomi makro (ADEM) APBN mengikuti pola setiap kenaikan ICP US$1 per barel bakal berdampak pada kenaikan PNBP Rp1,8 triliun, kenaikan subsidi energi Rp 1,7 triliun dan kompensasi energi mencapai Rp 5,3 triliun.

Sementara, setiap kenaikan kurs rupiah Rp100 per dolar AS bakal berdampak pada PNBP sebesar Rp1,8 triliun, kenaikan subsidi energi Rp1,19 triliun dan kompensasi energi Rp3,89 triliun. Di sisi lain, Tutuka berpendapat ketegangan antara Iran dan Israel tidak bakal berlangsung lama.

Alasannya, kedua negara dan sekutu belakangan cenderung menurunkan tensi konflik tersebut. "Dalam kebijakan keputusan jangan cepat-cepat, saat ini kami melihat spike jadi kalau spike tidak perlu direspon segera," kata dia.

Kendati demikian, dia menegaskan, hitung-hitungan itu masih berupa simulasi dengan skenario premium risk. Menurut dia, eskalasi kedua negara relatif masih bisa dikendalikan saat ini. "Amerika mengatakan kepada Israel jangan serang balik syarat formal walaupun di bawah ada ya tapi syarat formal itu memengaruhi, kemudian Iran mengatakan sekali tembakan, kondisi itu membuat mereda tidak berkelanjutan," cetus Tutuka.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya terus memonitor dampak dari memanasnya konflik antara Iran vs Israel yang dikhawatirkan akan berimbas pada lonjakan subsidi energi. "Terutama tentu terkait dengan subsidi, ini kita juga harus kalibrasi lagi anggaran yang digunakan," katanya.

Dalam hal ini,menurut Airlangga pemerintah akan terus mengkaji pergerakan harga minyak, juga mengupayakan penyaluran subsidi energi lebih tepat sasaran. "Terkait kenaikan subsidi, kita tentu monitor di harga minyak berapa dan kita terus melakukan exercise dan kita menjaga agar resource yang ada bisa dimanfaatkan dan tentunya subsidi tepat sasaran itu menjadi catatan bagi pemerintah," jelasnya.

Airlangga mengatakan, pemerintah masih akan melihat perkembangan terkait konflik di Timur Tengah dalam 1 hingga 2 bulan ke depan untuk kemudian menetapkan kebijakan lebih lanjut.

"Kita melihat saat konflik Ukraina dan [konflik] di Gaza tidak terlalu berpengaruh, tapi kalau yang ini [konflik Iran vs Israel] berpengaruh karena Selat Hormuz itu menjadi sangat penting dan critical. Tentu kita melihat berbagai skenario, tapi saat sekarang kita monitor situasi dulu, kita tidak boleh overreacting," pungkasnya. kbc11

Bagikan artikel ini: