Relaksasi Lartas Impor Dinilai Perbesar Risiko Banjir TPT China

Minggu, 26 Mei 2024 | 20:39 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT), industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional juga menghadapi momok besar berupa dumping dari China. Padahal, kebijakan larangan/pembatasan (lartas) impor Peraturan Menteri Perdagangan No 8/2024 belum terselesaikan.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja menilai, sampai saat ini China menjadi salah satu alasan kekhawatiran terbesar dalam perkembangan industri TPT di dalam negeri. Terlebih, dengan adanya praktik perdagangan China yang kerap kali diketahui menjual barang di luar negaranya dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri mereka (dumping).

"Saya pikir bukan hanya industri TPT dari Indonesia saja yang takut. Industri TPT negara lain juga takut dengan China karena China itu giant [raksasa tekstil], dan mereka itu menguasai industrinya itu produksi 70% dari produksi TPT dunia dari material," kata Jemmy di Jakarta, baru-baru ini.

Sayangnya, lanjut Jemmy, pemerintah di dalam negeri justru makin merapuhkan hambatan --baik tarif maupun non tarif-- dalam menangkis potensi dumping barang TPT China ke pasar domestik. Tidak hanya dengan melunakkan syarat persetujuan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian untuk mendapatkan persetujuan (PI) impor dari Kementerian Perdagangan terhadap produk TPT impor, pemerintah juga tidak lagi memberlakukan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap komoditas tersebut.

"Pemerintah sudah tidak lagi menerapkan BMAD untuk melindungi industri, terutama TPT, sejak perubahan kedua Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023 jo 7/2024 jo 8/2024," terangnya.

Padahal, Jemmy mengatakan, pemerintah sebelumnya sudah memberikan hambatan non tarif melalui lartas produk TPT agar barang pertekstilan impor --seperti pakaian jadi maupun aksesori pakaian-- sulit masuk ke Indonesia atau mahal harganya. "Sebetulnya Permendag No. 7/2024 itu bentuknya nontariff barrier [NTB], tetapi kemarin NTB-nya dicabut, disederhanakan untuk TPT. Untuk produk pakaian jadi dengan China itu belum ada [BMAD-nya," kata Jemmy.

Dengan demikian, lanjutnya, produk TPT China yang masuk ke Indonesia benar-benar bersifat zero duty  dan hanya dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) saja. "Sedangkan kalau dikirim dari jastip segala kan enggak kena PPN," tegasnya.

Sebagai informasi, pemerintah belum lama ini merevisi aturan impor melalui Permendag No. 8 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No. 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, dan aturan tersebut sudah berlaku sejak 17 Mei 2024.Melaui regulasi baru itu, otoritas perdagangan merelaksasi lartas impor terhadap 18 komoditas manufaktur yang termasuk ke dalam barang komplementer, kebutuhan tes pasar, ataupun untuk pelayanan purna jual oleh importir.

Direktur Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Arif Sutiyoso menyebut semenjak diberlakukan Permendag No. 36/2023 pada 10 Maret tahun ini, pelaku industri banyak mengeluhkan kesulitan impor lantaran permasalahan regulasi pertek yang tertahan di Kemenperin.

Untuk itu, Arif menekankan bahwa dalam Permendag No. 8/2024, persyaratan pertimbangan teknis atau pertek tidak diperlukan kembali untuk 18 komoditas tersebut.

18 Komoditas yang direlaksasi yakni, produk hewan olahan, produk kehutanan, besi, baja atau baja paduan dan produk turunannya;ban; keramik; kaca lembaran dan kaca pengaman;makanan dan minuman; obat tradisional dan suplemen Kesehatan; kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga; barang tekstil sudah jadi lainnya, mainan dan tas.

Selain itu, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi ; alas kaki; elektronik;bahan berbahaya; bahan kimia tertentu dan katup. kbc11

Bagikan artikel ini: