Jelang Beroperasi, Smelter Freeport Kembali Tegaskan Komitmennya Rangkul Pengusaha Lokal

Sabtu, 22 Juni 2024 | 08:18 WIB ET

SURABAYA, kabarbisnis.com: Smelter PT Freeprt Indonesia (PTFI) kembali menegaskan komitmennya merangkul masyarakat dan pengusaha lokal Jawa Timur, khusunya di saat masuk pada tahap operasional. Operasional direncanakan mulai Juni 2024 dan akan masuk pada tahap produksi di bulan Agustus 2024 hingga mencapai kapasitas penuh pada akhir Desember 2024.

“Tidak ada satu perusahaan pun yang berhasil di tengah masyarakat dan lingkungan yang gagal. Oleh karena itu kami harus tumbuh dan berkembang bersama masyarakat, harus tumbun dan berkembang bersama pengusaha lokal. Ini akan menjadi bagian dari suplai change kita terutama di hilir,” kata Predisen Direktur  PT Freeport Indonesia Tony Wenas saat dialog bersama Wakil Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024 Emil Elestianto Dardak di Surabaya, Jumat (21/6/2024).

Tony menegaskan, ada dua tahapan dalam pembangunan smelter PTFI yang berkolasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE. Pertama tahapan konstruksi dan kedua tahapan operasi. Pada tahapan konstruksi, pembangunan smelter mengguunakan teknologi tercanggih dari Finlandia.

Dalam pekerjaan tersebut, Freeport menunjuk kontraktor utamanya adalah PT Chiyoda International Indonesia, salah satu perusahaan terbaik untuk pembangunan smelter. Chiyoda juga menunjuk beberapa sub kontaktor, termasuk BUMN dan swasta besar, diantaranya PT Adhi Karya dan Wika serta beberapa perusahaan lainnya.

“Tentu ini akan berlanjut terus ke bawah dan dari catatan yang saya punya, juga melibatkan pengusaha dari Gresik dan Jatim. Jumlahnya memang tidak signifikan karena sebagian besar adalah konstruksi berstandar internasional,” ujarnya.

Sejumlah peralatan teknologi tinggi didatangkan dari berbagai negara, diantaranya Ukraina, Itali, Spanyol dan lain sebagainya. “Ini semua tercapai karena dukungan dari berbagai pihak, utamanya pengusaha di Gresik dan Jatim. Memang jumlahnya cukup banyak lebih dari 1000 kontraktor yang melibatkan pengusaha lokal. Tetapi dari proyek Rp 60 triliun ini memang nilainya tidak seberapa,” tambah Tony.

Sementara pada periode kedua, yaitu periode operasi, PT Freeport akan sepenuhnya menjadi penegndali smelter. Dan komitmen tersebut salah satunya dengan memberi porsi lebih besar kepada warga Gresik dan Jatim dalam perekrutan tenaga kerja.

“Pada saat operasi penuh jumlah karyawan direncanakan sebanyak 1.970 tenaga kerja dengan komposisi 45% atau 898 tenaga kerja adalah warga Gresik, 28% atau 547 tenaga kerja dari wilayah Jatim dan sebanyak 26% atau 510 tenaga kerja dari wilayah Indonesia lainnya. Sementara tenaga kerja dari expat hanya sebanyak 15 tenaga kerja, kurang dari 1%,” jelasnya panjang lebar.

 

Amankan Kebutuhan Tembaga Dalam Negeri

Tony Wenas menandaskan bahwa komitmen PTFI dalam membangun smelter di Gresik memang bukan tanpa alasan. Dipilihnya Gresik sebagai lokasi berdirinya pabrik pemurnian ini dengan melihat ketersediaan SDM dan industri di sekitar yang membutuhkan produk yang nantinya akan dihasilkan.

“Karena katoda tembaga sebenarnya tidak menguntungkan secara ekonomis, tetapi bagaimana langkah ini memberikan nilai tambah bagi industri lanjutan sehingga presiden menekankan harus membangun smelter,” ujarnya.

Apalagi kebutuhan tembaga dalam negeri dipastikan akan terus mengalami kenaikan seiring dnegan mulai berjalannya transisi energi di dalam negeri. Data yang dimiliki Freeport menunjukkan, 70 % tembaga di dunia adalah untuk menghantarkan listrik sehingga setiap pembangunan renewable energi atau renewable power membutuhkan tembaga yang cukup besar.

“Ini menjadi peluang Indonesia apalagi kalau industri lebih hilir akan muncul. Belum lagi PLN yang kedepannya akan membutuhkan 47 ribu km kabel dan ini semua adalah tembaga karena tembaga adalah logam terbaik penghantar listrik, paling lentur dan paling murah,” terangnya.

Tony mengungkapkan, Freeport Indonesia adalah tambang tembaga yang mengandung emas dan perak. Sedangkan yang dihasilkan adalah konsentrat tembaga. Produksi konsentrat tembaga ini mencapai sekitar 1 juta ton per tahun. Sebanyak 350 ribu ton telah dioleh PT Smelting sejak tahun 1997 sementara sisanya sebanyak 650 ribu ton masih diekspor ke sejumlah negara.

Dengan beroperasinya Smelter PTFI, maka hingga akhir Desember 2024 seluruh produksi tembaga Freeport sebesar 1 juta ton sepenuhnya bisa diolah dalam negeri, termasuk emas  yang produksinya mencapai 50-60 ton per tahun dan perak serta logal lainnya.

Saat ini negara  yang paling banyak memproduksi katoda tembaga dari konsentrat tembaga adalah China sebanyak 12 juta ton per tahun, dimana sebagian besar bijih tembaga atau konsentrat berasal dari impor. Kedua adalah Chilli sebanyak  2 juta ton per tahun, selanjutnya Kongo sebanyak 1,9 juta ton per tahun, Jepang 1,5 juta ton per tahun dan ke-5 adalah Rusia 1 juta ton.

“Nah, kami akan produksi 1 juta ton, jadi produksi kami sama besarnya dengan seluruh Rusia. Kalau bersama- sama PT Amman Mineral Internasional,  maka Indonesia akan menjadi negara terbesar nomor 4 dunia yang memproduksi katoda tembaga. Ini sangat besar sekali kr Freeport adalah salah satu tambang terbesar di dunia. Dan tambang bahwa tanah yang terbesar,” jelasnya.

Saat ini, total capex Smelter Freeport telah menbcapai US$ 3,7 miliar atau sekitgar Rp  60 triliun yang memebrikan multiplier effect yang cukup luar biasa bagi perekonomian Indonesia, khususnya Jatim. jika dilihat sejarahnya, kontribusi Freeport terhadap Indonesia di tahun 1992 hampir mencapai US$30 miliar dalam bentuk pajak, royalti, deviden.

“Kedepannya kita akan kontribusi ke negara hampir mencapai US$ 40 miliar per tahun atau 60 triliun per tahun,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Mantan Wakil Gubernur Jatim periode 2029-2024 Emil Elestianto Dardak mengatakan bahwa untuk menjaga daya saing perekonomian Jatim, Pemerintah Provinsi Jatim berkomitmen menjalankan strategi nasional dengan mendorong daya saing industri manufaktur.

“Karena manufaktur adalah penyumbang terbesar perekonomian Jatim, lebih dari 30%. Untuk itu membutuhkan komitmen dalam membangun kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, daya dukung infrastrukturnya serta ketersediaan tenaga terampil. Tentuya juga perijinan dan segala hal dari ekosistem tersebut. Inilah yang menjadi fokus,” pungkasnya.kbc6 

 

Bagikan artikel ini: