Pemprov DKI Jakarta Bakal Batasi Penggunaan Kendaraan Pribadi

Jum'at, 5 Juli 2024 | 09:38 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana membatasi penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta. Pemprov tengah menyusun regulasi yang akan mengatur soal pembatasan penggunaan kendaraan pribadi di jalanan Ibukota. Hal itu untuk mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum di Jakarta.

Kepala Unit Pengelola Sistem Jalan Berbayar Elektronik (SPBE) Dinas Perhubungan DKI Jakarta Zulkifli mengatakan tahun ini penyusunan Peraturan Daerah (Perda) bisa ditargetkan bisa rampung sebelumnya dimajukan ke DPRD DKI Jakarta.

Zulkifli menjelaskan, setidaknya ada 4 pokok dasar yang diatur lewat perda tersebut. Seperti ERP (Electronic Road Pricing), LEZ Low Emission Zone, Manajemen Parkir, dan Pembatasan Usia dan jumlah Kendaraan.

"Ini sekarang kami proses regulasinya melalui Perda. Targetnya tahun ini selesai Perdanya, kemudian diusulkan tahun depan ke DPRD," ujar Zulkifli seperti dikutip, Jumat (5/7/2024).

Menurutnya, kebijakan tersebut dibuat dalam upaya mengatasi kemacetan di Jakarta akibat penggunaan kendaraan pribadi, serta pengurangan emisi yang dihasilkan dari kendaraan konvensional.

Sejalan dengan rencana pembatasan penggunaan kendaraan pribadi mengaspal di DKI Jakarta, Zulkifli mengatakan saat ini pemerintah juga sembari membenahi transportasi antar moda yang saat ini belum terintegrasi seluruhnya. Pengintegrasian moda transportasi antar moda ini diyakini mampu meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan transportasi umum.

"Setelah angkutan umum kita baik, kita harus memberlakukan pembatasan kendaraan pribadi, dan orang beralih menggunakan kendaraan angkutan umum dengan manajemen lalu lintas," tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, Zulkifli menambahkan dampak kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan yang ada di Jakarta tembus Rp100 triliun per tahun. Hal itu berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Jakarta Urban Transport Fase 2 bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada tahun 2018 lalu.

Total proyeksi kerugian itu merupakan akumulasi dari konsumsi bahan bakar yang berlebih, kerugian waktu tempuh yang terkoreksi akibat macet, dampak polusi yang ditimbulkan akibat pembakaran BBM, dan lainnya.

"Rp100 triliun itu dihitung biaya waktu perjalanan, kemudian ada kerugian polusi udara yang menyebabkan kesehatan terganggu, dan dia sakit dan itu bisa dihitung, external cost itu akan dihitung, itu total kerugian semua polusi udara, kesehatan, kemudian waktu tempuh dan lain-lain," pungkasnya. kbc10

Bagikan artikel ini: