BI tahan bunga acuan di 4,5 persen pada April 2020

Selasa, 14 April 2020 | 18:54 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRR) di level 4,5 persen pada April 2020. Begitu pula dengan tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing 3,75 persen dan 5,25 persen.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 13-14 April 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7DRR di posisi 4,5 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Selasa (14/4/2020). 

Perry menjelaskan, keputusan ini diambil usai mempertimbangkan kondisi ekonomi global dan nasional. Dari sisi global, BI mengatakan, risiko resesi ekonomi kembali meningkat akibat penurunan proses produksi akibat terhambatnya mobilitas manusia. 

"Risiko resesi ekonomi dunia terutama terjadi di kuartal II dan III 2020 sesuai pola pandemi Covid-19 dan akan mulai membaik pada kuartal IV/2020," ungkapnya. 

Prospek resesi ini membuat perekonomian global masih akan tertekan oleh dampak penyebaran pandemi virus corona atau covid-19. Hal ini juga berimplikasi ke pertumbuhan ekonomi negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan di kawasan Eropa. 

Sementara dari sisi nasional, bank sentral melihat risiko resesi turut berdampak pada aktivitas ekonomi dan produksi masyarakat di dalam negeri. Selanjutnya, hal ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia karena ada penurunan harga komoditas, penurunan pendapat masyarakat, dan produksi. 

"Sehingga menurunkan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi. Utamanya akan terjadi pada kuartal II 2020," jelas Perry. 

Namun, bank sentral memperkirakan ekonomi nasional bisa membaik pada kuartal III 2020 dengan laju keseluruhan mencapai 2,3 persen pada akhir tahun. Proyeksi ini jauh lebih tinggi dari pemerintah, di mana skenario terburuk mencapai minus 2,6 persen. 

Kemudian, BI turut mempertimbangkan kondisi Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang dipengaruhi oleh kegiatan perdagangan dan aliran modal asing di tengah pandemi virus corona. Menurutnya, NPI masih akan cukup baik karena ada penurunan impor. 

Kendati begitu, memang aliran modal asing masih menjadi tantangan bagi sektor keuangan karena tercatat net outflow sejak awal tahun. Sementara dari sisi defisit transaksi berjalan diperkirakan masih bisa dijaga di kisaran 2,0 persen hingga 3,0 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

"Defisit transaksi berjalan pada kuartal I 2020 diperkirakan akan lebih rendah dari 1,5 persen dari PDB dan aliran modal asing diperkirakan akan berangsur-angsur kembali ke Indonesia," katanya. 

Lalu, BI juga mempertimbangkan posisi cadangan devisa yang kembali turun dari US$130,4 miliar pada Februari 2020 menjadi US$121 miliar pada Maret 2020. Penurunan cadangan devisa terjadi guna menstabilkan nilai tukar rupiah.

Namun demikian, Perry memastikan ketersediaan devisa masih cukup untuk kebutuhan pembiayaan sekitar 7,2 bulan impor atau 7 bulan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu, masih mencukupi standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

Selanjutnya, bank sentral juga mempertimbangkan kondisi nilai tukar rupiah. Secara rata-rata, BI mencatat mata uang Garuda sudah terdepresiasi 11,18 persen. Pada 13 April 2020, rupiah menguat 4,53 persen dibanding akhir Maret 2020. 

"Penguatan rupiah didorong oleh masuknya suplai valuta asing oleh pelaku usaha domestik. Kami perkirakan rupiah akan stabil dan menguat ke Rp15 ribu per dolar AS pada akhir 2020," tuturnya.

BI, katanya, akan terus memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah dengan mekanisme triple intervention di spot, SBN, dan pasar sekunder. Khususnya pada saat pasar mendapat tekanan. 

Di samping kurs rupiah, BI juga memantau perkembangan laju inflasi. Tercatat, inflasi bulanan sebesar 0,1 persen pada Maret 2020. 

Sedangkan inflasi tahun berjalan sebesar 0,76 persen dan inflasi tahunan 2,96 persen. Bank sentral memperkirakan target inflasi sebesar 3 persen plus minus 1 persen akan tercapai tahun ini. 

Di luar kondisi makroekonomi, RDG BI juga memantau perkembangan indikator perbankan. Misalnya, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) bank sebesar 22,27 pada Februari 2020 dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) sebesar 2,79 persen (gross) atau 1,04 persen (net) pada bulan yang sama.

"Ke depan, Bank Indonesia akan terus menempuh koordinasi dengan otoritas terkait, sehingga bisa tetap menjaga stabilitas keuangan dan mendorong fungsi intermediasi perbankan," pungkasnya. kbc10

Bagikan artikel ini: