Ransomware Serang PDN, Pakar: Pemerintah Harus Punya Pusat Cadangan Data

Rabu, 26 Juni 2024 | 08:35 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) beberapa waktu lalu menyebut bahwa Pusat Data Nasional (PDN) diserang oleh peretas atau kelompok hacker Brain Cipher Ransomware.

Pihak yang tidak bertanggung jawab itu telah mengunci data pemerintah, beserta data masyarakat di dalamnya.

Meski pada akhirnya pemerintah mengklaim bahwa PDN sudah kembali pulih dari serangan siber ransomware, namun Pakar IT dari ICT Institute Heru Sutadi menyebut, hal itu tak berarti masalah keamanan data PDN selesai.

"Harusnya jadi momentum untuk mengaudit dan merencanakan ulang PDN karena dalam berbagai konsep tentang PDN itu selain memiliki PDN yang utama, juga harus memiliki pusat cadangan," katanya seperti dikutip, Rabu (26/6/2024).

Dia mengatakan, Indonesia termasuk negara dengan keamanan siber rendah dan menjadi salah satu sasaran dari serangan siber dunia terutama peretasan. Masalahnya, kata dia, pemerintah masih saling lempar tanggung jawab dalam penanggulangan serangan siber.

"Misalnya ada BSSN, Kominfo. Setidaknya Menkopolhukam dan presiden harus memberikan arahan menjaga keamanan siber. Tentunya pemerintah harus secara jujur memberikan informasi kepada masyarakat apa yang sebenarnya terjadi karena sebenarnya ransomware itu bisa jadi juga mengambil data-data penting yang dimiliki oleh negara," katanya.

Sementara Kepala Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha mengatakan, sebenarnya Indonesia memiliki Undang-undang ITE Pasal 30 Ayat 1 dan 3 dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara, denda Rp 800 juta terhadap peretas.

"Masalahnya menangkap hacker sekelas lockbit ini susahnya minta ampun. Oleh karena itu, langkah terbaik membuat tata manajemen IT, tata keamanan yang baik. Dan itu tak bisa dilakukan kalau pimpinannya tak mengerti masalah IT," kata dia.

Ia menyinggung pemerintah yang kerap berkata melindungi negara dari serangan siber, namun minim pemberian anggaran. Hal itu, menurut dia, bisa terjadi karena pemerintah tak menyadari bahwa serangan siber adalah bentuk ancaman nyata. 

"PDN yang buat Kominfo, pada saat desain PDN ini ternyata tak pernah melibatkan BSSN. Begitu kejadian insiden serangan siber baru BSSN diajak," katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan serangan siber ransomware terhadap server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) berdampak pada 210 instansi pusat maupun daerah di Indonesia.

"Saat ini kami melakukan migrasi data-datanya. Harusnya bisa dipercepat apabila ada koordinasi antara tenan dengan penyedia layanannya," kata Semuel.

Sementara beberapa instansi yang sudah mulai beroperasi diantaranya Ditjen Imigrasi Kemenkumham dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves). "Kota Kediri juga sudah on, yang lainnya lagi dalam proses," kata Semuel.

Semuel tak menampik serangan siber ke PDN itu merugikan layanan publik. Yang paling berdampak adalah Ditjen Imigrasi, mengingat hal ini langsung berhadapan dengan masyarakat. "Ada 210 tadi, rinciannya banyak sekali. PUPR juga kena dan sedang proses migrasi juga," ujarnya. kbc10

Bagikan artikel ini: