Program Makan Bergizi Berpotensi Pangkas Anggaran K/L hingga 20 Persen

Minggu, 30 Juni 2024 | 15:31 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memprediksi akan terjadi penurunan rata-rata pagu anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) dalam RAPBN 2025 sebesar 10-20% dari tahun sebelumnya. FITRA menduga hal ini imbas Program Makan Bergizi yang akan pemerintah baru realisasikan tahun depan.

Meski begitu, Sekjen FITRA Misbah Hasan menilai, persentase penurunan anggaran K/L masih bersifat dinamis karena masih dalam kerangka Pagu Indikatif dan masih berproses. Masing-masing K/L bisa bernegosiasi di forum trilateral meeting antara Bappenas, Kemenkeu dan K/L teknis hingga Pembacaan Nota Keuangan pada 16 Agustus 2024. "Peluang kedua, bisa pada saat pembahasan RAPBN antara eksekutif dan legislatif pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2024 (APBN)," ujar Misbah dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (30/6/2024).

Berdasarkan simulasi versi Kementerian PPN/Bappenas Program Makan Bergizi Gratis membutuhkan alokasi anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk 20 ribu porsi pada  2025. Alokasi tersebut merupakan simulasi awal dari kebutuhan alokasi anggaran sebesar Rp 185,2 triliun per tahun. Adapun sasaran dari program makan bergizi gratis adalah siswa pra-sekolah, SD, SMP, SMA dan Pesantren sebanyak 80 juta pada 2029 untuk tujuan menangani stunting.

Di samping itu, Misbah menilai anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp 71 triliun terlampau besar.Terlebih, skema pemberian Makan Bergizi Gratis belum jelas seperti apa teknisnya, berikut akan diurus kementerian tertentu atau lintas kementerian. "Padahal ini menjadi penting karena berkaitan dengan struktur Kabinet presiden dan wakil presiden baru yaitu Prabowo-Gibran. Harusnya terlebih dahulu dilakukan uji publik, jangan sampai di tengah jalan terjadi persoalan," tegasnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kemenkeu sendiri masih menunggu operasionalisasi program tersebut dari tim teknis presiden baru. Di sisi lain, FITRA pun mengidentifikasi, program makan gratis ini akan menjadi tantangan untuk pemerintah anyar di antara terbatasnya ruang APBN dan janji politik.

Namun yang pasti, Misbah berujar, pemerintah akan mencari tambahan pendapatan agar program makan bergizi terealisasi. Salah satunya, bisa dengan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan mencari sumber pendapatan lainnya, baik dari pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Saat ini, pemerintah sudah menerapkan kebijakan fiskal Automatic Adjustment sebesar 5% ke seluruh K/L.

Kemungkinan kebijakan ini akan kembali digunakan untuk menunjang pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis. FITRA pun cukup skeptis atas ketentuan penerapan ini di tahun depan.

"Automatic Adjustment hampir pasti akan diterapkan di tahun 2025 dengan persentasenya yang lebih besar. Padahal, (kebijakan) ini harusnya digunakan pada saat kondisi negara genting karena ketidakstabilan global," jelasnya.

Selain masalah teknis dan pendanaan dalam persiapan Program Makan Bergizi Gratis, peneliti FITRA Gurnadi Ridwan menambahkan, pemerintah perlu juga membuat mitigasi untuk mengatasi kebocoran anggaran dan conflict of interest dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ). "Jangan sampai program makan siang gratis dijadikan bancakan dan bagi-bagi jatah saja. Hal ini tentu akan berakibat pada efektivitas dan dampak program," urai Ridwan.

Dia menekankan, anggaran program makan gratis tahap pertama di tahun depan cukup besar sehingga akan menjadi sorotan publik. Karena itu, publik bisa berekspektasi penyelenggaraannya akan dilaksanakan seoptimal mungkin. "Publik tentu tidak rela jika alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun akan banyak dihabiskan untuk administrasi, rapat dan koordinasi saja. Oleh sebab itu, transparansi anggarannya harus jelas," tegasnya.

Lainnya, Ridwan juga memberikan catatan jika alokasi makan bergizi gratis masuk dalam pos cadangan yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Berdasarkan pengalaman FITRA, transparansi dan akuntabilitas anggaran di BUN relatif sulit diakses.

Ada dua akses data yang pernah dilakukan FITRA ke BUN yaitu permohonan data anggaran program BBM Tertentu (JBT) Minyak Solar dan data anggaran Bansos Presiden. Keduanya tidak bisa diakses karena alasan kerahasiaan dan keamanan negara. "Jika masuk BUN (anggaran Program Makan Bergizi Gratis) akan sulit dipantau, bahkan legislatif hanya tau gambaran besarnya saja," tandasnya. kbc11

Bagikan artikel ini: