Mau Suku Bunga Acuan Turun? Ini Syarat Menurut Deputi Senior BI

Kamis, 4 Juli 2024 | 08:39 WIB ET
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti

JAKARTA, kabarbisnis.com: Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyuebut sejumlah kondisi atau syarat agar suku bunga acuan atau BI Rate bisa turun dari level 6,25%.

Menurutnya, penurunan BI Rate akan sangat bergantung pada data-data terkini, termasuk kondisi domestik. BI tengah mengarahkan berbagai skenario dalam menghadapi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) yang diprediksi sebanyak satu kali pada kuartal IV/2024.

"Itu sangat data dependen, baik ketika kita melihat domestik. Kalau semua relatif stabil, inflasi terjaga, rupiah volatilitasnya bisa di-maintain, kemudian kita mulai melihat akses bahwa kredit harus didorong, itu pada akhirnya kita juga bisa melihat ke sana [penurunan BI Rate]," ujarnya seperti dikutip, Kamis (4/7/2024).

Meski demikian, Destry menjelaskan bahwa BI terus memantau pendirian atau stance The Fed. Dia juga menegaskan, saat ini bank sentral juga tengah fokus terhadap kondisi global. Apalagi, ketidakpastian global dimiliki memiliki dampak yang cepat.

Dari sisi domestik, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi masih baik, tercermin dari sumber pertumbuhan terpantau seimbang. BI memiliki perkiraan yang mendasari bahwa pertumbuhan ekonomi mampu berada di kisaran 4,7%-5,3% pada 2025. Adapun, tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 4,5-5,3%.

"Konsumsi nambah, investasi ada, overall relatif punya daya tahan cukup untuk ekonomi domestik," ujarnya.

Destry pun tak menampik fakta bahwa BI terus melihat kondisi negara lain seperti di AS yang terus menunjukkan fenomena higher for longer. "Jadi, sejauh ini kita pasti akan meresponnya dengan berbagai kebijakan [policy]. Jadi, policy kita bukan hanya BI Rate, tapi kita punya beragam kebijakan. Kalau hanya mengandalkan BI Rate kita enggak mau," ujarnya.

Dia mengatakan, bank sentral berupaya untuk memperdalam pasar tanpa harus membuat BI Rate naik terlalu banyak. Salah satunya, dengan cara dikeluarkannya instrumen baru seperti Sekuritas Rupiah BI (SRBI) agar inflow masuk ke Indonesia.

"Lalu, ada kebijakan makroprudensial, bagaimana supaya ekonomi tumbuh. Artiya, ini menyebabkan Indonesia menjadi negara yang punya pertumbuhan ekonomi relatif stabil 5% usai Covid-19," ucapnya.

Head of Research/Chief Economist of PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto menyebutkan, volatilitas rupiah saat ini yang mencapai Rp16.300-Rp16.400 per dolar AS membuat bunga penurunan suku bunga masih terbatas. Dia menilai kondisi tersebut mendukung BI untuk terus melakukan kebijakan pro stability.

"Ini karena risiko ketidakstabilan dalam jangka menengah lagi besar dibanding risiko growth, jadi untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dalam jangka panjang jadi diperlukan kebijakan moneter yang masih pro stability," ungkapnya.

Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa dengan suku bunga di AS yang tinggi dan ada sentimen secara global tentu memberi berpengaruh pada arus modal asing kluar dari pasar saham dan pasar obligasi.

BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 19-20 Juni 2024. kbc10

Bagikan artikel ini: