Bank Dunia Ramal Ekonomi RI 2024 Tumbuh 5,1 Persen, Ini Alasannya

Selasa, 25 Juni 2024 | 07:27 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Bank Dunia (World Bank) memproyeksi perekonomian Indonesia pada tahun 2024 hingga 2026 mendatang akan tumbuh di kisaran 5,1 persen.

Hal itu diungkapkan dalam laporan Bank Dunia berjudul Indonesia Economic Prospects yang diluncurkan di Jakarta pada Senin, 24 Juni 2024.

"Kesuksesan kinerja ekonomi Indonesia sebagian besar adalah berkat kerangka kebijakan makroekonomi pemerintah yang kuat, yang membantu menarik investasi," kata Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk dikutip dari keterangan resmi, Selasa (25/6/2024).

"Adalah penting untuk mempertahankan kebijakan makro yang berhati-hati (prudent), kredibel, dan juga transparan, seraya menciptakan ruang fiskal yang memungkinkan belanja prioritas untuk perlindungan sosial, serta berinvestasi pada modal manusia (human capital) dan infrastruktur," lanjut Carolyn.

Bank Dunia mengatakan, proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kali ini berdasarkan dampak dari situasi perekonomian global saat ini yang masih dibayangi ketidakpastian.

"Meskipun kondisi domestik secara umum masih stabil, kondisi eksternal menjadi jauh lebih menantang pada paruh pertama tahun 2024. Pada bulan Maret dan April terjadi percepatan arus keluar modal yang signifikan. Jadi investor non-residen telah melikuidasi banyak aset berbasis Rupiah, yang sebagian disebabkan oleh tertundanya normalisasi kebijakan moneter di AS," papar Ekonom Utama Bank Dunia, Habib Rab.

Dia melihat, fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di banyak pasar negara berkembang.

Pelepasan aset berbasis Rupiah ini menyebabkan depresiasi tajam pada Rupiah dan beberapa volatilitas pada mata uang. Pada saat yang sama, selisih antara obligasi pemerintah Indonesia dan AS juga mulai mengecil.

"Sehingga membuat obligasi AS menjadi lebih menarik, yang tentunya juga menimbulkan tekanan lebih lanjut terhadap arus keluar modal (capital outflow)," imbuhnya.

Pemerintah juga melakukan penyesuaian peraturan makroprudensial untuk memungkinkan likuiditas dan pemberian pinjaman kepada sektor-sektor prioritas tinggi dalam perekonomian. "Oleh karena itu, pemerintah harus mencapai keseimbangan yang sulit antara memastikan kebijakan yang lebih ketat namun juga memungkinkan likuiditas dalam perekonomian sehingga dapat terus tumbuh secara paralel," terang Habib Rab.

"Kebijakan fiskal yang mulai diperluas menyebabkan pemerintah harus turun tangan untuk memberikan bantuan sosial sebagai respons terhadap peningkatan tekanan harga pangan dan energi, yang juga disebabkan oleh depresiasi nilai tukar Rupiah," jelasnya. kbc10

Bagikan artikel ini: