Pelaku UMKM Ogah Pinjam Duit dari Bank, Beban Bunga Ketinggian?

Sabtu, 29 Juni 2024 | 08:41 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Sebagian pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) diketahui enggan mengajukan kredit di perbankan gara-gara bunga tinggi.

Temuan itu didapat dari studi berjudul Small Business Barometer Report yang dilakukan oleh Mastercard Center for Inclusive Growth yang bekerja sama dengan Mercy Corps Indonesia dan 60 Decibels.

Studi tersebut dilakukan dengan mewawancarai 835 usaha kecil, terbagi secara merata di daerah perkotaan dan pedesaan sejak November 2023 hingga Januari 2024. Studi secara khusus menargetkan usaha mikro yang didefinisikan sebagai usaha dengan satu hingga empat karyawan serta usaha kecil yang didefinisikan sebagai usaha dengan lima hingga 19 karyawan.

Sejumlah usaha mikro dan kecil yang diwawancarai berasal dari sektor makanan dan minuman, mode, kerajinan non-mebel, serta sektor yang berkaitan dengan pariwisata.

Studi tersebut bertujuan mengidentifikasi tiga tantangan utama yang menghambat pertumbuhan UMK di Indonesia, yaitu kurangnya literasi digital, dukungan struktural yang kurang memadai, serta terbatasnya akses kredit.

Adapun, hasil dari studi menunjukan bahwa dua pertiga UMK tidak mengakses kredit atau pinjaman dalam 12 bulan terakhir. Bahkan, ada 62% UMK yang menyatakan tidak membutuhkan kredit.

Sementara, sejumlah tantangan dalam mengakses kredit yang dirasakan UMK adalah suku bunga yang tinggi (31%), kurangnya agunan (16%), dan kurangnya informasi (15%). Terdapat segelintir UMK yang mengakses kredit. Lalu, kemudahan pengajuan (75%) menjadi alasan tertinggi dalam memilih sumber kredit dan pinjamannya.

Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Maliki mengatakan studi yang menyoroti ragam tantangan yang dihadapi oleh UMK ini dapat menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan.

"Laporan ini membekali para pembuat kebijakan dengan perangkat yang diperlukan untuk menjalankan program yang tepat sasaran demi pertumbuhan usaha mikro dan kecil yang berkelanjutan di Indonesia," katanya dikutip Sabtu (29/6/2024).

Executive Director Mercy Corps Indonesia Ade Soekadis mengatakan, temuan dari studi tersebut memiliki potensi besar untuk memberdayakan usaha kecil di Indonesia. "Wawasan ini menjembatani kesenjangan di antara pemangku kepentingan dan pemilik usaha kecil, serta menjadi sarana penting untuk memastikan UMKM menerima dukungan menyeluruh yang mereka butuhkan untuk berkembang," tuturnya.

Di sisi lain, penyaluran kredit dari sektor perbankan terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pun memang masih kecil porsinya.

Berdasarkan laporan Analisis Uang Beredar yang dirilis Bank Indonesia (BI), porsi penyaluran kredit UMKM hanya mencapai 18,71% terhadap keseluruhan kredit perbankan, atau bernilai Rp1.368,2 triliun. Data tersebut masih jauh dari target yang sempat direncanakan pemerintah, yakni porsi kredit UMKM sebesar 30%.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI Teten Masduki mengatakan target tersebut memang sulit dicapai. Dia beralasan, terdapat kendala yang dirasakan pemerintah dalam mendongkrak porsi kredit UMKM.

Menurutnya, selama ini pemerintah, otoritas, hingga lembaga jasa keuangan terlalu mengandalkan agunan sebagai jaminan bagi UMKM yang mau memperoleh kredit. Alhasil, banyak UMKM yang masih enggan untuk mendapatkan akses kredit.  Pemerintah pun saat ini gencar mendorong kredit UMKM tanpa agunan.

"Di 145 negara itu akses pembiayaan sudah lakukan credit scoring, agunannya tidak lagi aset fisik," ujarnya. kbc10

Bagikan artikel ini: