Rencana Pemerintah Bentuk Family Office, Ekonom: Bagus, Tapi RI Belum Siap

Rabu, 3 Juli 2024 | 11:51 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Rencana pemerintah membentuk family office diragukan kalangan ekonom. Alasannya, aspek kepastian hukum hingga keamanan data di Indonesia dinilai belum bisa meyakinkan para crazy rich dunia menaruh uangnya di Indonesia.

"Family office sesuatu yang bagus, tapi kita belum siap," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Telisa Aulia Felianty, dikutip Rabu (3/7/2024).

Telisa mengatakan, pondasi keberhasilan family office adalah kepercayaan investor. Karena itu, kata dia, keamanan data menjadi faktor yang sangat krusial agar para orang kaya mau menaruh uangnya di Indonesia.

Telisa menilai kasus bobolnya Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) menunjukkan Indonesia belum memenuhi aspek keamanan tersebut.

"Family office bukan hanya soal tempatnya yang indah, bagaimana orang mau menaruh uang triliunan kalau data saja kita tidak bisa aman, ini sangat butuh kredibilitas," kata Telisa.

Meski demikian, Telisa mengatakan rencana pemerintah membentuk family office tetap harus didukung. Dia mengatakan keberadaan firma swasta pengelola kekayaan individu super kaya ini tentu akan membuat cadangan devisa meningkat.

Namun, dia mengatakan pemerintah perlu menyiapkan berbagai hal, mulai dari keamanan data, kesiapan infrastruktur teknologi, hingga kepastian hukum.

"Kepastian hukum, kesiapan infrastruktur termasuk teknologi keuangan perlu disiapkan, tapi yang pertama itu hukum dulu," katanya.

Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, kondisi Indonesia juga belum siap dengan keberadaan family office.

Dia mengatakan ada dua ciri negara yang menjadi tempat family office. Pertama adalah negara surga pajak yang mampu memberikan tarif pajak super rendah, seperti Gibraltar, Panama dan Virgin Island.

Sementara, kelompok kedua adalah negara yang memiliki kedalaman pasar uang dan infrastruktur keuangan yang lengkap. Contohnya adalah Singapura, Inggris dan Hongkong. "Sepertinya kedua kriteria ini belum ada di Indonesia," ujarnya. kbc10

Bagikan artikel ini: