API Sambut Baik Pengenaan Pajak 200 Persen atas Barang Impor Asal China

Rabu, 3 Juli 2024 | 11:32 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah berencana menerapkan kebijakan bea masuk atau pajak impor sebesar 200%, usai maraknya perusahaan tekstil yang gulung tikar karena kalah bersaing dengan barang impor pakaian jadi asal China.

Terkait wacana tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan pihaknya menyambut baik kebijakan pemerintah yang akan mengenakan bea masuk, bahkan dengan nilai hingga 200 persen pada barang-barang asal China.

Dia mengatakan, selama kebijakan tersebut ditujukan untuk melindungi industri dalam negeri, maka pihaknya optimis mengapresiasi keputusan pemerintah tersebut.

"Sepanjang kebijakannya bertujuan untuk melindungi Industri dan IKM (Industri Kecil Menengah) tekstil Nasional dari serbuan dumping barang import, kami sangat menyambut baik wacana kebijakan tersebut," ujar Jemmy seperti dikutip, Rabu(3/7/2024).

Ihwal adanya pandangan bea masuk tersebut ditengarai akan memberatkan bahan baku tekstil yang masih diimpor, Jemmy mengatakan pihaknya belum mengetahui implementasi wacana regulasi tersebut. Namun demikian, dirinya optimis jika kebijakan bea masuk barang impor tersebut memihak kepada industri dalam negeri.

"Kita juga belum tahu (penerapan bea masuk impor 200%), apakah menyasar bahan baku atau produk jadi. Kita tunggu saja arahan Pemerintah," katanya.

Setali tiga uang, Wakil Ketua API, David Leonardi ikut menyambut baik wacana kebijakan pajak bea masuk impor sebesar 200% tersebut. Dia mengatakan, selama tujuannya untuk melindungi keberlangsungan industri tekstil dalam negeri, dipandang sebagai langkah awal yang positif.

"Selama regulasi tersebut membantu kepada pihak para pelaku industri dan IKM, pastinya akan sangat melindungi Ini kan justru membantu memproteksi barang-barang dari luar," jelas David.

Sebelumnya, DPR RI mengingatkan Kementerian Perdagangan untuk berhati-hati terkait penerapan kebijakan tarif bea masuk barang asal China sebesar 200%.

Jika kebijakan tersebut ditujukan untuk melindungi industri tekstil, maka model kebijakan mesti dibuat lebih spesifik alias tidak digeneralisir atau diterapkan kepada seluruh industri lainnya.

"Yang terancam kan industri tekstil, jadi model kebijakannya sebaiknya dikhususkan untuk industri tersebut. Setiap sektor industri kebijakannya atau pendekatannya harusnya beda-beda. Tidak bisa disamain begitu saja karena habitat atau iklim bisnisnya berbeda antara industri satu dengan lainnya," ujar Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto. kbc10

Bagikan artikel ini: